Senin, 09 Juli 2012

Tak Ingin kelima kalinya II


Tak ingin yang kelima kalinya II
Oleh : Nadia Azzahra
 Sudut Kampus Orange.10072012.09:32-11:48

Keduakalinya
Malam yang indah, secerah sinar bulan di awal bulan. Hari yang cerah pula untuk anak kos-kosan karena awal bulan adalah awal kehidupan di tanah orang. Maksud mengambil kiriman di Agen Mandiri Pratama Jln. Wahidin. Sebagai orang baru di Palu, kami tak tahu kalau itu jalan yang hanya satu arah. Salah kami juga tak terlalu memperhatikan rambu-rambu lalu linta, padahal rambu lalu lintas bukan hanya sekedar hiasan. Dengan semangat 45 mengambil dos yang sudah kuketahui ciri-cirinya lewat deskripsi dari mamaku via sms. Kedua sahabatku kuutus untuk mengambilnya, karena mereka berduapun punya kepentingan yang sama denganku. Saat itu aku menunggu di rumah sambil menyelesaikan tugas-tugas kampusku.

Teet..teet. Teet..teet. Nada standar HP-ku berdering.
Kubuka sms dari Nur sahabatku
Fhi dmn le1 ? STNK motor ada? trg2 dtilang. Ada di Pos Satlantas Samrat-Cik Di Tiro skg. Af13/Innalillah. Serius Nur? jang balecost4/Wallahi5. klw ada STNK antar kamari jo6 skg. Maaf le.
Segera kutelpon Nur.
“Assalamu’alaikum. Hallo !” Jawab seseorang di seberang sana.
“Wa’alaikumsalam. Nur dimana? jadi bagaimana? bayar berapa?”Tanyaku penasaran
“Masih di Pos samrat-Cik di tiro. Jangan dulu tanya berapa, masih dalam proses loby ini.”
“Kenapa bisa ditilangkah?”Tanyaku lagi hampir tak percaya
“Lewat di Jalur satu arah, ketemu Polisi. Jadi dibawa ke Pos”Jawan Nur singkat.
“Hhmmmm. Ok dan7 Tunggu disitu, saya cari motor dulu”. Jawabku sebelum menutup sambungan telepon itu.
Segera kutelepon kawan yang lain untuk minta bantuan. Sambil ku acak-acak rak buku tempak kumenyimpan STNK motorku. 20 menit berlalu, bala bantuan segera datang. Kudapatkan segera motor pinjaman. Alhamdulillah. Allah maha penolong. Tanpa buang waktu lagi, kususuri jalanan yang cukup ramai malam itu. Otista-MT.Haryono-KH.Ahmad Dahlan-Cik Di Tiro. Jalanan yang sering kulewati, karena kubenci lampu merah. Asumsiku sampai saat ini di setiap lampu merah sering ada Om Ici8. Motorpun kuparkir jauh dari lampu merah, tepat di kiri belakang Celular 99. Jangan tanya kenapa. Karena motor yang kubawa saat ini akan lebih parah dari pada motorku yang sedang ditahan. STNK kadaluarsa, Nomor Polisi kadaluarsa, Kaca spion kurang satu, yang mengendaraipun belum punya SIM. Masih ingatkah kalian dengan motor yang kubawa dalam cerita “Tak Ingin yang Kelima Kalinya I”? Ya itulah dia, Si motor unik, si Powerranger biru. Segera kutelepon Nur untuk memberi kabar bahwa aku sudah sampai. Nur berlari ke belakang Pos untuk mengambil STNK dariku. Kami transaksi diam-diam. Dan akupun pulang dengan harap-harap cemas. Takut terjadi apa-apa pada kedua sahabatku, pada motorku juga tentunya.
Sesampai di rumah Hpku berdering lagi. Kali ini sms dari Rani.
K’Fhi tdk marah toh? Tgu,e. Do’akan trg smoga selamat dari terkaman Om Ici. Lagi berusaha ini.9
Tak tenang hatiku membiarkan mereka terjebak di sarang lebah, takut diserang apa lagi disengat. Segera kumeluncur lagi ke Sana. Alhamdulillah kudengar berita bahwa ada lebah terbaik yang memberikan madu terbaiknya tentu saja dengan beberapa nasehat. Ternyata ada juga Om Ici yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung.
Sesampai di rumah mereka bercerita tentang apa yang terjadi di ruang interogasi yang sangat menegangkan itu. Ternyata Rani menyalurkan bakat beraktingnya, memang tak kupungkiri kehlian anak sastra Untad yang satu ini. Dan yang paling penting adalah jurus mereka yang satu ini. Jujur. Ya mereka mengatakan dengan sangat jujur tanpa dilebih-lebihkan. Bahwa motor ini cuma motor pinjaman, wajar saja jika tak punya SIM, dan sebagai anak kos yang batal mengambil kiriman, di tanggal seperti ini uang seribupun tak punya. Akhinya mereka pulang dengan bendera kemenangan. Dan lagi lagi, lolos dari tilang tanpa uang sepeserpun keluar. Allah memang maha baik dan paling mengerti kondisi hambaNya. Kalau teman-teman sering mengatakan jangan GALAU, saya menyarankan untuk percaya GALAU karena God Always Listening And Understanding.

1*Le = Tambahan kata khas Palu
2*Trg(Torang)bhs. pasar luwuk = kita
3*Af1(Afwan)bhs.Arab = Maaf
4*Jang balecost(logat khas luwuk)= Jangan berbohong
5*Wallahi(bhs.Arab) = Demi Allah
6*Kamari Jo(logat khas luwuk) = Kemari saja/Kesini saja
7*Ok dan (logat khas palu)=Baiklah
8*Om Ici(Istilahku dan teman-teman)=Polisi
9*Kak Fhi tidak marah kan? Tunggu ya. doakan kita semoga selamat dari terkaman Polisi. Sedang diusahakan untuk bebas tanpa bayaran.

Dhafs Merindu

                                     DHAFS Merindu
                              oleh : Nadia Azzahra Apok

Sahabat...
Masih kuingat tawa bersama di Bukit bobolon indah
Masih terngiang tangis mendesah di Mabes belakang kelas
Masih terasa hangatnya cinta saat bersama berbagi hadiah
Masih tertancap kenangan indah minum bersama segelas
Masih tertanam kehangatan saat bersama meriah
Masih kurasa kacau yang merindukan saat di kelas

Sahabat...
Dulu, kita pulang sekolah dengan jalan kaki bersama
Kini, kita pergi meniti langkah sendiri
Dulu, kita jajan di kantin bersama
Kini, kita hanya bisa makan di kos sendiri
Dulu, kita selalu bercerita kisah hidup bersama
Kini, kita harus belajar menghadapinya sendiri

Untuk kalian yang di Makassar (Ayun, Dewy, Fitri fuad)
Hati-hati di kota besar, jangan kasar
Ingat mama papa akan harapan besar
walau jalan hidup kian keras dan berjejar
Tetapkan hati agar tak mudah gusar
Ingatlah Allah yang maha besar
Tak mungkin tinggalkan kita yang terpencar
cinta Allah di hati jangan pudar
Hingga kita akan berjumpa lagi atau modar

Untuk kalian yang di Banggai (Sri Dewi, Hasna)
Rindupun tak henti melerai
Hingga air matapun tak henti berderai
Ingin segera bertemu di tepian pantai
walau terdengar sedikit alai
tapi inilah yang kurasa, ahai
kawan, hidup tak boleh santai
tetap perbaiki perangai
tanggungjawab tak boleh abai

Disini ku di Palu
Terus berpacu mengejar waktu
Merajut mimpi dalam ilmu
Mencari perahu di tengah laut biru
Jarak dan waktu bukanlah bebatu
Rindu ini akan selalu beradu
dengan semangat meraih sukses di Palu
do'akan aku

Sahabat..
Meski jarang ketemuan
Silaturrahim tetap jadikan tumpuan
Untuk menjaga ukhuwah dari tipuan
Hingga saatnya, kita kembali bersama dengan cerita kesuksesan...

DHAF"S
Dewy, Hasna, Ayun, Fivi, Fitri, Sri Dewi.


Istana Rindu Sahabat, Senin.09.07.2012.20:45

Tak Ingin kelima kalinya


Tak ingin yang kelima kalinya
Oleh : Nadia Azzahra
 Kantin samping SPBU Mamboro. 09072012.10:20-11.17

Pagi yang hampir cerah untuk wilayah Palu Timur dan sekitarnya, Aku melaju dengan si Biru kesayanganku melewati jalan penuh becek karena hujan semalam. Hari ini semangat pagi kurasakan, niat meng-ACC laporan PKL Mata kuliah Farmasi Klinik di PUSKESMAS TAWAELI. Suasana pagi yang tak biasa kurasakan. Biasanya kumelaju kencang menaklukan jalanan lurus nan panjang bahkan tikunagn setengah tajam dari Tondo hingga Tawaeli, tapi tidak untuk pagi ini, entah kenapa. Mungkin saja ini firasat buruk. Sesekali tanganku menarik rem tiba-tiba ketika samar terlihat dari kejauhan seorang berdiri tegak di pinggiran jalan, namun setelah kulihat jelas, ah ternyata bukan. Kutarik perlahan gas si Biruku. Hang tua Sudarso dilewati dengan aman. Mendekati SPBU Yos sudarso, kulihat bensin motorku tak lagi cukup hingga Tawaeli, tak ragu kubelokkan stir memasuki SPBU ini. Antrian yang lumayan panjang. Memang akhir-akhir ini bahan bakar premium mulai langka. Hal yang harus diperhatikan oleh semua pihak (red-pemerintah juga masyarakat). tapi tulisanku kali ini bukan soal bahan bakar bersubsidi ini.
Setelah menanti dengan waktu yang lumayan lama, kumelanjutkan perjalanan. Palu-Tondo. Hampir 3 kali kumengerem tiba-tiba, tapi setelah kulihat lagi dengan seksama, oh bukan. Mungkinkah ini trauma berat. Oh semoga saja bukan. Kini, Tondo-Mamboro. Ada sedikit rasa aneh yang kurasakan sampai sebelum kuputuskan untuk segera menuliskannya disini ku tak tahu rasa apa itu. Hingga Kemudian.
“Hey Gondrong, jangan kesana bodo. Lengkap kau?” Kata seorang pengendara motor yang sedang memarkir sepeda motornya di pinggiran jalan.
“Eh, Made. Ba apa kau di situ bodo.”Jawab seorang pengendara motor di depanku, setelah iya menurunkan kecepatan motornya.
Tak sadar, akupun mengikuti apa yang dilakukan si Gondrong (sebut saja begitu karena kutak tahu namanya). Membalikkan arah motornya dan memarkirkannya di pinggiran jalan, tepat di seberang jalan tempat dimana temannya itu parkir. Si Made (itu namanya yang ku dengar).
Ragu untuk melanjutkan perjalanan, kuputuskan untuk menunggu sejenak, memperhatikan apa yang terjadi di jalan depan sana. Beberapa mobil angkutan barang diberhentikan oleh petugas yang mengenakkan pakaian biru muda biru tua (Oh tuaiueo, itu warna kesukaanku, hehe) ku menebak-nebak mungkin saja mereka dari Dinas Perhubungan. Juga beberapa sepeda motor yang diberhentikan oleh petugas yang mengenakan rompi hijau melon. mereka adalah Om Ici(red-polisi). itu istilahku bersama kawan-kawan yang kurang suka dengan sikap para om ici itu.
Tersentak ku teringat beberapa kejadian memalukan tapi lucu yang sudah empat kali ku alami bersama Om Ici. Ya, emapat kali. dan aku tak mau untuk kelima kalinya. Kapok, Mungkin saja. Sadar, Semoga.
Pertama kali.
Malam itu, sepulang rapat dan makan malam bersama teman-teman. Aku mengantarkan temanku yang tinggal ngekost di Tondo. Kami melaju kencang dari Yojokodi ke Tondo. Malam itu kami mengambil jalur aman dan cepat menurut kami. STQ. Karena merasa sudah larut, Aku tak memakai helm. Tapi temanku Nani (sebut saja namanya itu) sempat mengambil helm untuk dipakaikan dikepalanya. Tak ada yang lain sampai kami berhasil mengantarnya pulang ke kostnya. Malam itu, Aku dan Nani mengendarai si Poweranger biru milik teman. Motor antik nan unik yang sangat berjasa padaku (akan kuceritakan dilembaran lain mengapa motor itu berjasa). Kami bersama Rahman yang mengendari motor supra fit tanpa rek kaki. Memang malam itu, tak satupun kami mengendarai motor yang dianggap beres. Sengaja si Rahman diminta teman-teman untuk mengikuti kami (Aku dan Nani) ke Tondo karena menurut mereka akan berbahaya jika akhwat harus pulang sendirian. Saat pulang kami memutuskan untuk melewati jalan R.E Marthadinata yang masih saja ramai dimalam yang hampir larut ini. Ku tak menyangka, di sinilah awal ceritanya.
Motor mulai melaju kencang menaklukan jalanan tondo yang masih saja banyak kendaraan lalu lalang. Saat mendekati lampu merah yang selalu kuning(hehe itu yg selalu kulihat) tiba-tiba.
“Fhiiii, Polisi Fhi. Balik” Teriak Rahman dan langsung memutarkan motornya.
Aku sedikit kesulitan, ku oper porsenelen motor. 3, 2, 1. Masih tak mempan, jarakku dengan Polisi itu semakin dekat, tak tanggung-tanggung kuberdiri untuk menginjak rem kakinya. Dan. Aku terhenti tepat di depan pak polisi. Ya Tuhan. Tolong Aku.
Seorang polisi berteriak melihat Rahman yang kabur.
“Selamat malam bu” Kata pak polisi dengan rompi hijau melonnya itu.
Aku hanya bisa diam, dan tak tahu bagaimana ekspresi wajahku saat itu. Senyum ¾, mungkin.
“Kunci motornya bu” Pak polisi itu masih saja memanggilku Ibu. Mungkin karena melihat pakaianku. Apakah yang menggunakan pakaian taqwa (menutup aurat) hanya ibu-ibu.
Aku masih saja tak memperdulikan perkataannya. Sepintas kubayangkan. Menghabiskan waktu semalaman di Kantor polisi. dalam sel. ditemani nyamuk. dingin. Dan akan pulang ketika ada seseorang yang berbaik hati mengantarkan uang untukku agar aku bebas. Oh tidak. Secepatnya aku mencoba memutar otak, apa yang harus kulakukan. Dan. Treeeeeng. Seakan ada lampu menyala di atas kepalaku. Sandiwarapun dimulai.
“Aduh pak, tolong. Kakakku sudah lari ulang sana” Kataku sambil menunjuk si Rahman yang kabur tadi
“Sudahlah dek. Mana kunci motormu” Jawab Pak Polisi
“Ya ampun. Itu dia masalahnya pak. Motor ini motornya papaku, Cuma saya bawa lari saja tadi sore kasian pak. Saya pi bacarai kakakku”Jawabku memelas. Dengan wajah yang sedikit memprihatinkan. Agar dipercaya.
“Iya dek. Mana SIM dan STNK motormu?”Kata pak polisi lagi.
“Ya ampun pak. Sudah saya bilang kasian. Ini motornya papaku. Saya Cuma bawa lari. Kalau saya minta STNK, bukan bawa lari namanya.”Tambahku lagi
“Dari mana mau kemana kau ini dek?”Tanya pak polisi
“Pak, saya ini dari tadi sore keluar pi bacari kakakku. Sudah satu minggu kakakku tidak pulang-pulang. Mama papaku sudah bakalae-bakalae sana di rumah, pak. Gara-gara kakakku tidak pulang-pulang. Makan apa kasian kakakku pak? Coba bapak, kalau anaknya lari dari rumah, bagaimana perasaan bapak sebagai orang tua kasian.” Terangku dengan nada agak mengiba. Sempat terpikir olehku andai saja Aku jadi polisinya langsung kujawab ‘Kenapa ko curhat’.hehe
“Oh, kakakmu yang tadi itu? Kenapa dia balik lagi dan?”Tanya polisi keheranan
Sebelumnya aku ragu mengatakan iya. Takutnya pak polisi ini memperhatikan wajah Rahman dan wajahku tak ada tanda-tanda bersaudara. Tapi ku fikir hal itu akan membahayakanku.
“Semua ini gara-gara bapak. Sudah capek-capek saya babujuk kakakku dari tadi sore, nanti jam begini dia mau pulang. Pas pulang ada lagi bapak disini pake acara batilang. Barangkali kenapa juga batilang malam-malam kah?” Jawabku sedikit marah.
Bagaimana tak marah, sayup kudengar beberapa transaksi di depan, belakang bahkan di seberang jalan. Sang polisi minta uang denda pada pengendara bermasalah (mungkin hanya padaku yang tidak, karena banyak yahanu saja) ada yang uang dendanya Rp. 450.000 karena sejumlah pelanggaran yang ia lakukan. Tapi kata sang polisi cukup membayar Rp. 100.000 itu sudah cukup, ia tak ada maksud lain hanya membantu. Dalam hatiku lho kok hukum ditawar-tawar. Ada lagi yang hanya cukup minta pembeli rokok. Bahkan yang membuatku marah besar, polisi di belakangku melakukan penawaran cincin emas yang ada di jari seorang Ibu pengendara motor. Apa-apaan ini. Tak bisa kuterima. Kutahu aku melanggar, tapi lebih melanggar lagi si polisi itu. Mereka tak bisa berbuat apa-apa, uang yang ada di tangan segera diserahkan pada polisi jika ingin aman untuk melanjutkan perjalanan, ada juga yang takut sidang sehingga tak tanggung-tanggung membayar jika ingin kunci motornya kembali. Alhamdulillah, motor yang kubawa saat itu, tak perlu pakai kunci karena sudah  rusak. hehehe.
“Pak kenapa ibu yang sana diminta cincinya?” Tanyaku pada polisi di depanku itu.
Pak polisi itu pergi, mungkin ia tak sanggup menghadapiku. Kulihat raut wajah yang tak mengenakkan darinya, walaupun suasana agak gelap saat itu, tidak menutupi garis mukanya yang tampaknya kesal padaku. Semua polisi tampak sibuk dengan korbannya masing-masing. ku arahkan pandanganku di sekitar, banyak transaksi yang terjadi. Rp.100.000, Rp. 50.000 bahkan Rp. 20.000. Tak lama kemudian ia kembali.
“Jadi maumu apa dek?”Pertanyaan yang aneh dari seorang polisi. Bukannya seharusnya aku ditahan dan dibawa ke kantor polisi. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
“Mauku, saya pulang. Bapak juga so boleh pulang. So tengah malam, mending bajaga anak dan istri dirumah dari pada cari nafkah yang tidak halal.” Kebiasaan burukku kambuh. ngomomg ceplas ceplos.
“Ya sudah kau mau lewat mana, sana atau sana?”Tanya pak polisi itu singkat. Sambil menunjuk arah ke palu atau balik ke tondo.
Segera kupilih balik ke tondo, karena jika langsung ke palu, mungkin bapak itu curiga aku berbohong tentang kakakku. Ya berbohong. Itulah yang sebenarnya. maafkan aku pak polisi. maafkan aku ya Allah.
Tiba-tiba HP-ku bergetar. Kubaca pesan singkat dari Rahman.
Fhi, dmn kw? tgu sy plg le. kyaknya nyasar di tondo kiri sy ini./Otw balik ke tondo. Ya ampun b’apa jg kw ke tondo kiri. cpt jo. plg qt. ktmu di gerbang Untad./ok tgu stu sj./Cpt so larut ranga.
Cahaya motor dari arah belakangku menyilaukan pandangan mata dari kaca spion. Rahman datang.
“Hey, ba apa kau ke Tondo kiri? Nastres kau ini.” Kataku
“Panik do kita tadi. langsung bacari aman masuk di lorong-lorong. Ada mesjid saya liat di situ. nda tahu saya klw itu tondo kiri. Takage do kita pas masuk” Jawabnya dengan logat khas tolitoli
“Ya ampun, parah. Jadi dibikin apa kau di sana. Ih ke Tondo kiri dia ih.”Ledekku
“Tidak ada, Cuma dimintakan uang masuk saya dua ribu. Heran saya pertama, kenapa babayar lewat sini ini? Pas pulang dang, itu cewe bateriak “Kenapa cepat pulang, Om” Ya ampuun langsung tancap gas kita ee. baru ba sms kau.” Terangnya dengan napas tersenggal-sengal.
“Hhhhmmmm. ckckckckck. pulang jo kita. Lewat atas saja. Habis baakal om ici tadi saya.”

Keduakalinya
Malam yang indah, secerah sinar bulan di awal bulan. Hari yang cerah pula untuk anak kos-kosan karena awal bulan adalah awal kehidupan di tanah orang. Maksud mengambil kiriman di Agen Mandiri Pratama Jln. Wahidin. Sebagai orang baru di Palu, kami tak tahu kalau itu jalan yang hanya satu arah. Dengan semangat 45 mengambil dos yang sudah kutahu ciri-ciri lewat deskripsi dari mamaku via sms.
*Bersambung*