Senin, 09 Juli 2012

Tak Ingin kelima kalinya


Tak ingin yang kelima kalinya
Oleh : Nadia Azzahra
 Kantin samping SPBU Mamboro. 09072012.10:20-11.17

Pagi yang hampir cerah untuk wilayah Palu Timur dan sekitarnya, Aku melaju dengan si Biru kesayanganku melewati jalan penuh becek karena hujan semalam. Hari ini semangat pagi kurasakan, niat meng-ACC laporan PKL Mata kuliah Farmasi Klinik di PUSKESMAS TAWAELI. Suasana pagi yang tak biasa kurasakan. Biasanya kumelaju kencang menaklukan jalanan lurus nan panjang bahkan tikunagn setengah tajam dari Tondo hingga Tawaeli, tapi tidak untuk pagi ini, entah kenapa. Mungkin saja ini firasat buruk. Sesekali tanganku menarik rem tiba-tiba ketika samar terlihat dari kejauhan seorang berdiri tegak di pinggiran jalan, namun setelah kulihat jelas, ah ternyata bukan. Kutarik perlahan gas si Biruku. Hang tua Sudarso dilewati dengan aman. Mendekati SPBU Yos sudarso, kulihat bensin motorku tak lagi cukup hingga Tawaeli, tak ragu kubelokkan stir memasuki SPBU ini. Antrian yang lumayan panjang. Memang akhir-akhir ini bahan bakar premium mulai langka. Hal yang harus diperhatikan oleh semua pihak (red-pemerintah juga masyarakat). tapi tulisanku kali ini bukan soal bahan bakar bersubsidi ini.
Setelah menanti dengan waktu yang lumayan lama, kumelanjutkan perjalanan. Palu-Tondo. Hampir 3 kali kumengerem tiba-tiba, tapi setelah kulihat lagi dengan seksama, oh bukan. Mungkinkah ini trauma berat. Oh semoga saja bukan. Kini, Tondo-Mamboro. Ada sedikit rasa aneh yang kurasakan sampai sebelum kuputuskan untuk segera menuliskannya disini ku tak tahu rasa apa itu. Hingga Kemudian.
“Hey Gondrong, jangan kesana bodo. Lengkap kau?” Kata seorang pengendara motor yang sedang memarkir sepeda motornya di pinggiran jalan.
“Eh, Made. Ba apa kau di situ bodo.”Jawab seorang pengendara motor di depanku, setelah iya menurunkan kecepatan motornya.
Tak sadar, akupun mengikuti apa yang dilakukan si Gondrong (sebut saja begitu karena kutak tahu namanya). Membalikkan arah motornya dan memarkirkannya di pinggiran jalan, tepat di seberang jalan tempat dimana temannya itu parkir. Si Made (itu namanya yang ku dengar).
Ragu untuk melanjutkan perjalanan, kuputuskan untuk menunggu sejenak, memperhatikan apa yang terjadi di jalan depan sana. Beberapa mobil angkutan barang diberhentikan oleh petugas yang mengenakkan pakaian biru muda biru tua (Oh tuaiueo, itu warna kesukaanku, hehe) ku menebak-nebak mungkin saja mereka dari Dinas Perhubungan. Juga beberapa sepeda motor yang diberhentikan oleh petugas yang mengenakan rompi hijau melon. mereka adalah Om Ici(red-polisi). itu istilahku bersama kawan-kawan yang kurang suka dengan sikap para om ici itu.
Tersentak ku teringat beberapa kejadian memalukan tapi lucu yang sudah empat kali ku alami bersama Om Ici. Ya, emapat kali. dan aku tak mau untuk kelima kalinya. Kapok, Mungkin saja. Sadar, Semoga.
Pertama kali.
Malam itu, sepulang rapat dan makan malam bersama teman-teman. Aku mengantarkan temanku yang tinggal ngekost di Tondo. Kami melaju kencang dari Yojokodi ke Tondo. Malam itu kami mengambil jalur aman dan cepat menurut kami. STQ. Karena merasa sudah larut, Aku tak memakai helm. Tapi temanku Nani (sebut saja namanya itu) sempat mengambil helm untuk dipakaikan dikepalanya. Tak ada yang lain sampai kami berhasil mengantarnya pulang ke kostnya. Malam itu, Aku dan Nani mengendarai si Poweranger biru milik teman. Motor antik nan unik yang sangat berjasa padaku (akan kuceritakan dilembaran lain mengapa motor itu berjasa). Kami bersama Rahman yang mengendari motor supra fit tanpa rek kaki. Memang malam itu, tak satupun kami mengendarai motor yang dianggap beres. Sengaja si Rahman diminta teman-teman untuk mengikuti kami (Aku dan Nani) ke Tondo karena menurut mereka akan berbahaya jika akhwat harus pulang sendirian. Saat pulang kami memutuskan untuk melewati jalan R.E Marthadinata yang masih saja ramai dimalam yang hampir larut ini. Ku tak menyangka, di sinilah awal ceritanya.
Motor mulai melaju kencang menaklukan jalanan tondo yang masih saja banyak kendaraan lalu lalang. Saat mendekati lampu merah yang selalu kuning(hehe itu yg selalu kulihat) tiba-tiba.
“Fhiiii, Polisi Fhi. Balik” Teriak Rahman dan langsung memutarkan motornya.
Aku sedikit kesulitan, ku oper porsenelen motor. 3, 2, 1. Masih tak mempan, jarakku dengan Polisi itu semakin dekat, tak tanggung-tanggung kuberdiri untuk menginjak rem kakinya. Dan. Aku terhenti tepat di depan pak polisi. Ya Tuhan. Tolong Aku.
Seorang polisi berteriak melihat Rahman yang kabur.
“Selamat malam bu” Kata pak polisi dengan rompi hijau melonnya itu.
Aku hanya bisa diam, dan tak tahu bagaimana ekspresi wajahku saat itu. Senyum ¾, mungkin.
“Kunci motornya bu” Pak polisi itu masih saja memanggilku Ibu. Mungkin karena melihat pakaianku. Apakah yang menggunakan pakaian taqwa (menutup aurat) hanya ibu-ibu.
Aku masih saja tak memperdulikan perkataannya. Sepintas kubayangkan. Menghabiskan waktu semalaman di Kantor polisi. dalam sel. ditemani nyamuk. dingin. Dan akan pulang ketika ada seseorang yang berbaik hati mengantarkan uang untukku agar aku bebas. Oh tidak. Secepatnya aku mencoba memutar otak, apa yang harus kulakukan. Dan. Treeeeeng. Seakan ada lampu menyala di atas kepalaku. Sandiwarapun dimulai.
“Aduh pak, tolong. Kakakku sudah lari ulang sana” Kataku sambil menunjuk si Rahman yang kabur tadi
“Sudahlah dek. Mana kunci motormu” Jawab Pak Polisi
“Ya ampun. Itu dia masalahnya pak. Motor ini motornya papaku, Cuma saya bawa lari saja tadi sore kasian pak. Saya pi bacarai kakakku”Jawabku memelas. Dengan wajah yang sedikit memprihatinkan. Agar dipercaya.
“Iya dek. Mana SIM dan STNK motormu?”Kata pak polisi lagi.
“Ya ampun pak. Sudah saya bilang kasian. Ini motornya papaku. Saya Cuma bawa lari. Kalau saya minta STNK, bukan bawa lari namanya.”Tambahku lagi
“Dari mana mau kemana kau ini dek?”Tanya pak polisi
“Pak, saya ini dari tadi sore keluar pi bacari kakakku. Sudah satu minggu kakakku tidak pulang-pulang. Mama papaku sudah bakalae-bakalae sana di rumah, pak. Gara-gara kakakku tidak pulang-pulang. Makan apa kasian kakakku pak? Coba bapak, kalau anaknya lari dari rumah, bagaimana perasaan bapak sebagai orang tua kasian.” Terangku dengan nada agak mengiba. Sempat terpikir olehku andai saja Aku jadi polisinya langsung kujawab ‘Kenapa ko curhat’.hehe
“Oh, kakakmu yang tadi itu? Kenapa dia balik lagi dan?”Tanya polisi keheranan
Sebelumnya aku ragu mengatakan iya. Takutnya pak polisi ini memperhatikan wajah Rahman dan wajahku tak ada tanda-tanda bersaudara. Tapi ku fikir hal itu akan membahayakanku.
“Semua ini gara-gara bapak. Sudah capek-capek saya babujuk kakakku dari tadi sore, nanti jam begini dia mau pulang. Pas pulang ada lagi bapak disini pake acara batilang. Barangkali kenapa juga batilang malam-malam kah?” Jawabku sedikit marah.
Bagaimana tak marah, sayup kudengar beberapa transaksi di depan, belakang bahkan di seberang jalan. Sang polisi minta uang denda pada pengendara bermasalah (mungkin hanya padaku yang tidak, karena banyak yahanu saja) ada yang uang dendanya Rp. 450.000 karena sejumlah pelanggaran yang ia lakukan. Tapi kata sang polisi cukup membayar Rp. 100.000 itu sudah cukup, ia tak ada maksud lain hanya membantu. Dalam hatiku lho kok hukum ditawar-tawar. Ada lagi yang hanya cukup minta pembeli rokok. Bahkan yang membuatku marah besar, polisi di belakangku melakukan penawaran cincin emas yang ada di jari seorang Ibu pengendara motor. Apa-apaan ini. Tak bisa kuterima. Kutahu aku melanggar, tapi lebih melanggar lagi si polisi itu. Mereka tak bisa berbuat apa-apa, uang yang ada di tangan segera diserahkan pada polisi jika ingin aman untuk melanjutkan perjalanan, ada juga yang takut sidang sehingga tak tanggung-tanggung membayar jika ingin kunci motornya kembali. Alhamdulillah, motor yang kubawa saat itu, tak perlu pakai kunci karena sudah  rusak. hehehe.
“Pak kenapa ibu yang sana diminta cincinya?” Tanyaku pada polisi di depanku itu.
Pak polisi itu pergi, mungkin ia tak sanggup menghadapiku. Kulihat raut wajah yang tak mengenakkan darinya, walaupun suasana agak gelap saat itu, tidak menutupi garis mukanya yang tampaknya kesal padaku. Semua polisi tampak sibuk dengan korbannya masing-masing. ku arahkan pandanganku di sekitar, banyak transaksi yang terjadi. Rp.100.000, Rp. 50.000 bahkan Rp. 20.000. Tak lama kemudian ia kembali.
“Jadi maumu apa dek?”Pertanyaan yang aneh dari seorang polisi. Bukannya seharusnya aku ditahan dan dibawa ke kantor polisi. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
“Mauku, saya pulang. Bapak juga so boleh pulang. So tengah malam, mending bajaga anak dan istri dirumah dari pada cari nafkah yang tidak halal.” Kebiasaan burukku kambuh. ngomomg ceplas ceplos.
“Ya sudah kau mau lewat mana, sana atau sana?”Tanya pak polisi itu singkat. Sambil menunjuk arah ke palu atau balik ke tondo.
Segera kupilih balik ke tondo, karena jika langsung ke palu, mungkin bapak itu curiga aku berbohong tentang kakakku. Ya berbohong. Itulah yang sebenarnya. maafkan aku pak polisi. maafkan aku ya Allah.
Tiba-tiba HP-ku bergetar. Kubaca pesan singkat dari Rahman.
Fhi, dmn kw? tgu sy plg le. kyaknya nyasar di tondo kiri sy ini./Otw balik ke tondo. Ya ampun b’apa jg kw ke tondo kiri. cpt jo. plg qt. ktmu di gerbang Untad./ok tgu stu sj./Cpt so larut ranga.
Cahaya motor dari arah belakangku menyilaukan pandangan mata dari kaca spion. Rahman datang.
“Hey, ba apa kau ke Tondo kiri? Nastres kau ini.” Kataku
“Panik do kita tadi. langsung bacari aman masuk di lorong-lorong. Ada mesjid saya liat di situ. nda tahu saya klw itu tondo kiri. Takage do kita pas masuk” Jawabnya dengan logat khas tolitoli
“Ya ampun, parah. Jadi dibikin apa kau di sana. Ih ke Tondo kiri dia ih.”Ledekku
“Tidak ada, Cuma dimintakan uang masuk saya dua ribu. Heran saya pertama, kenapa babayar lewat sini ini? Pas pulang dang, itu cewe bateriak “Kenapa cepat pulang, Om” Ya ampuun langsung tancap gas kita ee. baru ba sms kau.” Terangnya dengan napas tersenggal-sengal.
“Hhhhmmmm. ckckckckck. pulang jo kita. Lewat atas saja. Habis baakal om ici tadi saya.”

Keduakalinya
Malam yang indah, secerah sinar bulan di awal bulan. Hari yang cerah pula untuk anak kos-kosan karena awal bulan adalah awal kehidupan di tanah orang. Maksud mengambil kiriman di Agen Mandiri Pratama Jln. Wahidin. Sebagai orang baru di Palu, kami tak tahu kalau itu jalan yang hanya satu arah. Dengan semangat 45 mengambil dos yang sudah kutahu ciri-ciri lewat deskripsi dari mamaku via sms.
*Bersambung*

1 komentar:

  1. SAYA SANGAT BERSYUKUR KEPADA ALLAH DAN SANGAT BERTERIMA KASIH BANYAK KEPADA KI WARA,ATAS BANTUANNYA YANG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA YAITU {4714} DAN ALHAMDULILLAH BERHASIL..WAKTU SAYA DIBERI TAU SAMA TEMAN KALAU ANKA YANG SAYA PASAN NAIK,SAYA HAMPIR PINSAN DAN TIDAK PERCAYA TAPI INI JUGA BENER2 KENYATAAN,,BERKAT BANTUAN KI WARA KINI SEMUA HUTANG-HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUANYA DAN RUMAH JUGA SAYA DILUNYA SEMPAT KUGADAIKAN KINI SAYA SUDAH MENEBUSNYA KEMBALI..SYUKUR ALHAMDULILLAH KINI KEHIDUPAN KELUARGA SAYA SUDAH JAUH LEBIH BAIK DARI SEBELUMNYA,,DAN JIKA ANDA INGIN ANKA JITU DAN BUKAN OBRAL JANJI YG SERING ANDA DAPATKAN SILAHKAN HUBUNGI KI WARA DI 082322214888 DIJAMIN INSYA ALLAH 100% PASTI TEMBUS


    SAYA SANGAT BERSYUKUR KEPADA ALLAH DAN SANGAT BERTERIMA KASIH BANYAK KEPADA KI WARA,ATAS BANTUANNYA YANG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA YAITU {4714} DAN ALHAMDULILLAH BERHASIL..WAKTU SAYA DIBERI TAU SAMA TEMAN KALAU ANKA YANG SAYA PASAN NAIK,SAYA HAMPIR PINSAN DAN TIDAK PERCAYA TAPI INI JUGA BENER2 KENYATAAN,,BERKAT BANTUAN KI WARA KINI SEMUA HUTANG-HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUANYA DAN RUMAH JUGA SAYA DILUNYA SEMPAT KUGADAIKAN KINI SAYA SUDAH MENEBUSNYA KEMBALI..SYUKUR ALHAMDULILLAH KINI KEHIDUPAN KELUARGA SAYA SUDAH JAUH LEBIH BAIK DARI SEBELUMNYA,,DAN JIKA ANDA INGIN ANKA JITU DAN BUKAN OBRAL JANJI YG SERING ANDA DAPATKAN SILAHKAN HUBUNGI KI WARA DI 082322214888 DIJAMIN INSYA ALLAH 100% PASTI TEMBUS

    BalasHapus