Sabtu, 28 April 2012

Cerpenku II. Telah kutemukan


Telah ku temukan
Oleh : Nadia Azzahra Apok


Semua berawal ketika Fitrah tak sengaja jadi salah satu panitia SANLAT di Sekolahnya, sebagai pengurus OSIS ini merupakan hal yang wajib untuk turut serta berpartisipasi dalam setiapkegiatan OSIS yang dilaksanakan. Dan perjalanan spiritualnyapun berawal dari sini.

Hari pertama dalam kegiatan SANLAT ini berjalan lancar dan biasa saja, seperti tak ada apa-apanya dan itu pula yang dirasakan Fitrah, Ia menjalankan tugasnya dengan baik, memenuhi kebutuhan para peserta, mengontrol setiap agenda acara sesuai jadwal yang sudah disepakati bersama. Semua tampak baik-baik saja dimata Fitrah. Namun ada hal lain yang mulai Ia rasakan ketika rapat evaluasi panitia di malam pertama itu.

“Assalamu’alaikum Wr. Wb.” Ucap Reza, kakak kelas Fitrah. Dalam kegiatan ini Reza selaku sekretaris panitia.
“Wa’alaikum salam Wr. Wb.” Jawab peserta rapat
“Alhamdulillah, malam ini teman-teman masih bersemangat dan tetap sehat dalam beraktivitas sehingganya tak ada kata yang pantas keluar dari hati kita dan bibir manis kita melainkan ucap syukur kehadirat Allah yang telah menganugerahkan ini semua untuk kita, Tak lupa Shalawat serta salam kita haturkan kepada tokoh proklamator akbar, putra terbaik dunia Rasulullah SAW, beserta para keluarga dan para sahabat. Untuk memanfaatkan waktu, malam ini teman-teman dikumpulkan dalam evaluasi kegiatan seharian tadi. Adapun hal-hal yang ingin teman-teman tanyakan atau sampaikan tentang kegiatan ini, diharapkan untuk diselesaikan dalam forum ini agar semua kita bisa saling terbuka dan saling memberi masukan. Baiklah untuk lebih jelasnya, saya serahkan kepada ketua panitia.” Ucap Reza membuka rapat di malam itu.

“Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Wr Wr” Ucap Hidayat, sang leader dalam kepanitiaan ini. Hidayat juga adalah kakak kelas Fitrah yang kebetulan adalah Kabid di bidang keagamaan OSIS.
 “Baiklah, seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya oleh sekretaris, malam ini kita akan evaluasi kegiatan kita mulai dari awal, sejak pembukaan tadi hingga agenda malam ini. Kita mulai dari sekretaris, bendahara kemudian seksi-seksi di bawahnya.” Jelas Ketua paniti

Rapat itu berlangsung dengan serius, dan didominasi oleh anak-anak kelas XI, jelas saja bagi Fitrah dan teman-temannya ini merupakan hal yang baru sebagai anak kelas X di Sekolahnya, sehingga dalam hal berbicara di depan umum, mengeluarkan pendapat saat rapat, juga menanggapi pendapat teman-teman, mereka masih butuh banyak belajar dari kakak-kakak kelas mereka itu. Tak heran jika Fitrah memperhatikan secara detail setiap kakak kelasnya yang berbicara. Dalam hatinya, kapan ya Aku bisa seperti mereka. Rapat berjalan baik-baik saja sampai kemudian.

“Tidak, itu adalah keharusan. Sebagai panitia kita adalah contoh bagi peserta, bagaimana mungkin kita mengajarkan kebaikan sedangkan panitia sendiri tidak memperlihatkan kebaikan itu” Ucap keras seorang perempuan berjilbab lebar dan panjang itu. Belakangan Fitra tahu namanya adalah Sari. Kakak kelasnya di XII IA. Siswa yang tekenal pandai dan tekun.

Suasanapun tiba-tiba berubah, semua mata tertuju pada Sari. Gadis berparas cantik dengan jilbabnya yang terurai rapi.

“Tapi bagaimana dengan panitia yang belum paham dengan itu, kita tidak bisa memaksakannya. Bekerja sesuai tugas masing-masing dengan baik itu sudah cukup. Masalah itu biarkan mereka memahaminya sendiri-sendiri. Bukankah lebih baik jika mereka berubah atas kesadaran pribadi bukan karena paksaan?” Sanggah salah seorang panitia. Wawan. Kakak kelas Fitrah yang satu ini adalah mantan ketua OSIS yang terkenal agamis dan cerdas, tak heran ia sering tampil dengan menggunakan baju koko dan celana berbahan kain bukan jeans.

“Bukan memaksakannya, ini sudah merupakan konsekuensi sebagai panitia. Jangan pernah berharap kita bisa merubah orang (peserta) menjadi lebih baik sedangkan kita (panitia) tidak bisa memberi contoh, hanya dalam 3 hari ini saja, setelah itu dikembalikan pada pribadi masing-masing. Tugas kita menyampaikan kebenaran. Kan yang namanya SANLAT bukan hanya peserta yang di Training tapi segala komponen yang adapun ditraining, baik peserta maupun panitia, pembina kita saja ditraining kok.” Jawab Sari.

 “Baiklah, kalau memang seperti demikian yang teman-teman inginkan. Maka kami memutuskan bahwa harus ada TATIB yang mengikat baik peserta maupun panitia. Untuk panitia kita bahas sekarang juga, silahkan kepada teman-teman jika ada poin-poin yang ingin diajukan.” Kata Reza menengahi adu argumen Sari dan Wawan.

Perdebatan yang cukup sengit antara panitia, hingga akhirnya menghasilkan keputusan TATIB panitia yang mungkin memberatkan bagi sebagian lainnya. Jelas saja ada beberapa hal yang tidak menjadi kebiasaan mereka, seperti: Panita Ikhwan dilarang keras masuk di ruangan Panitia akhwat dan sebaliknya, panitia akhwat dan ikhwan saling menjaga jarak min 1 meter, selalu memakai pakaian rapi dan menutup aurat (bagi akhwat diharuskan memakai rok), panitia ikhwan dilarang merokok di lingkungan sekolah dan lain-lain.

Fitrah berlari kencang menuju ruang panitia akhwat, dibongkarnya tas yang berisi persediaan pakaianya selama tiga hari di Sekolah, tak satupun Ia menemukan rok, Iapun menangis dalam kesendiriannya di ruangan itu yang difikirkannya adalah takut dimarah Kak Sari.
***

Pagi yang cerah ketika sang fajar mulai menampakkan sinarnya, menusuk tajam hingga menembus kulit dan begitu menyehatkan bagi para peserta SANLAT yang sedang berolahraga dipandu oleh panitia. Namun di antara kerumunan rapi orang-orang itu tak terlihat sosok Fitrah. Olahraga dilakukan dengan sangat bersemangat yang dilanjutkan dengan games dari panitia. Matahari yang semakin terik membuat mereka merasakan capek yang luar biasa hingga akhirnya waktu untuk mandi tiba. Tapi tetap saja Fitrah tak nampak di antara meraka. Sari yang dari tadi tak melihat Fitrah menanyakan ke beberapa panitia akhwat yang ditemuinya. Tapi tak menemukan jawaban. Terakhir Ia melihat Fitrah saat rapat evaluasi semalam. Shalat tahajud, Sahur, Shalat subuh dan olahraga tadi Ia tidak melihatnya.
Pukul 08:00 di Pagi itu, terlihat semua peserta telah bersiap-siap mengikuti materi selanjutnya sambil menunggu pemateri pagi itu pesertapun sibuk menyelesaikan tugas-tugas mereka dari panitia.
***

Sementara itu di tempat lain.
“Fitraaaahh, Fitraaaaahh.” Ucap sari lembut, sambil membuka perlahan pintu ruangan akhwat berharap Fitrah ada di dalamnya. Ia masuk perlahan.

Menyadari ada orang lain di ruangan itu, Fitrah menyembunyikan dirinya di balik lemari di pojok ruangan, matanya sembab dan sedikit bengkak. Ia malu jika harus bertemu orang lain saat itu.

Langkah pelan Sari terdengar mendekati posisi Fitrah. Dengan sangat gugup Fitrah menehan nafasnya, dan berusaha agar tidak ditemukan. Sesaat ketika Sari hendak melangkah dari posisi awalnya, Ia curiga ada sosok gadis di balik lemari itu, Ia mencoba melangkah pelan agar siapapun dibalik lemari itu tidak menyadari keberadaannya. Sari mulai mengendap-endap menuju lemari buku di hadapannya. Fitrah yang tentu saja berada di balik lemari itu makin merasakan takut yang luar biasa, sesekali ia menahan nafasnya berharap jangan sampai ketahuan. Dan.

“Kak Sariiii” Suara di luar ruangan memecah sunyi dan tegang dalam ruangan itu.
“Iya” Sahut Sari.
“Kak Sari di Dalam? Kak, ada yang ingin bertemu kakak.” Lanjut suara itu.
Saripun mengurungkan niatnya, Ia bergegas menuju sumber suara itu. “Iya siapa?” Jawab sari
“Plak” Sebuah buku jatuh dari lemari, tak sengaja Sari melihat sekilas sosok seorang gadis mengenakan kerudung putih,berpakaian putih dan bawahan jeans longgar melintas dan berpindah di balik tirai jendela hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Ingin kembali mengecek hal yang sempat menyita perhatiannya itu, namun suara lain mengejutkannya lagi.
“Kak Sari, Ayo !”
“Oh iya, dimana tempatnya sayang?”
“Di sana kak, diruang guru ada Bapak Kepsek juga di sana. ”
“Baik. Terimakasih ya, Ayu.” Ucap sari dan bergegas ke Ruang yang dimaksud.
Sementara itu, Fitrah yang sedari tadi dalam suasana yang begitu menegangkan.
“Hhhhh, Selamat, selamat.” Ucap Fitrah pelan sambil mengusap-usap dadanya.

Menganggap dirinya aman, segera Ia bergegas membereskan barang-barangnya yang berantakan setelah pergulatan hatinya semalam, konflik bathin masih terus Ia rasakan tapi Ia mencoba menepis semuanya. Yang ada difikirannya sekarang, Ia harus pulang selagi materi pertama sedang berlangsung agar tak ada yang menyadari kepergiannya. Sambil mengendap-endap Ia berjalan keluar ruangan, Ia memeastikan bahwa situasi dan kondidi aman untuknya. Berlari hingga ke halaman depan Sekolah bermaksud menghentikan kendaraan umum untuk segera pulang ke rumah.

“Fitrah??” Panggil Sari setengah heran, sambil berlali ke Arah Fitrah yang sudah siap dengan tas ranselnya.
Langkah Fitrah terhenti, sambil mengusap air matanya yang tiba-tiba jatuh, Ia menoleh ke arah sumber suara.
“Fitrah, kamu kenapa sayang?” Tanya sari dengan penuh cemas.
“Tidak apa-apa kak.” Jawab Fitrah terbata-bata sambil menggelengkan kepalanya.
“Tidak apa-apa bagaimana, mata kamu merah begini, Kita bicara di Mushalah ya” Bujuk Sari dan menuntun Fitrah ke Mushalah.

Pembicaraan yang begitu alot terjadi di sana, keduanya menangis saling bercucuran air mata. Betapa tidak, suasana yang tak pernah dirasakan Fitrah sebelumnya. Dengan ukhuwah dan rasa saling memiliki membuat mereka saling menumpahkan perasaannya, tak ada lagi sekat ataupun celah diantara mereka. Subhanallah.
***
Jilbab pertamaku. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan Fitrah saat itu. Cahaya obor dari masing-masing jama’ah yang ingin mengikuti pawai takbiran malam itu menambah suasana menjadi sangat menentramkan hati.Tak lebih lagi sosok seorang gadis dengan balutan kerudung yang sangat rapi berdiri di pojok teras masjid, nampak senyumnya sumringah mendengarkan kumandang Takbir, tanda kemenangan bagi orang-orang beriman. Sebuah kedamaian hati yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Subhanallah betapa cantiknya dirimu dengan jilbab itu.

Hari yang Fitri, semua seperti lahir kembali, setelah sebulan menahan dahaga, lapar dan hawa nafsu. Saatnya meraih kemenangan di hari yang Fitri, memulai kehidupan baru, di lembaran baru seperti manusia yang baru saja lahir. Seperti Fitrah yang sedang merayakan kemenangannya atas gejolak perasaannya ketika tertatih menuju Sang Maha Agung, namun Fitrah yakin dan percaya tak sampai disini Ia akan menemukan pukulan-pukulan keras kehidupan, karena setelah kemenangan hari ini, akan ada peperangan hebat lagi untuk kemenangan selanjutnya. Tentu saja.

Satu persatu di sekelilingnya berubah perlahan, Semua karena perubahan yang Ia lakukan dari dirinya. Kata orang faktor lingkungan sangat mempengaruhi kita, tapi bagaimana dengan kita yang dapat mempengaruhi lingkungan? Entahlah.

***

“Halo, merah” Goda seorang pemuda
“Apa, halo-halo??” Jawabnya dengan nada kesal
“Jangan marah-marah cantik” Tambah pemuda itu lagi
“Emang Gua Pikirin”

***

Pernah juga saat Ia sedang berjalan berdua degan temannya, pulang les dari sekolah.
“Halo yang di Tengah” Sapa seorang pemuda
Saling bertatapan heran.
“Minta nomor HP dong, nanti malam kita jalan ya” Kata pemuda yang lain lagi.
***

Berbeda sekali dengan yang saat ini Ia rasakan, tak ada lagi pemuda jahil yang menggangginya ketika sedang melintasi perempatan jalan, walaupun tampak sekumpulan pemuda yang nongkrong di deker jalanan, bahkan yang biasa menggodanyapun tampak segan seketika kala melihat penampilannya saat ini, kalupun tetap ada, berganti dengan sapaan yang lebih sopan. Seperti ucapan salam atau pertanyaan hendak kemana, yang tentu saja tidak membutuhkan jawaban jutek seperti yang biasa Ia lakukan. Ia juga mulai menjaga ucapannya, memikirkan lebih dulu apa yang hendak Ia katakan, bertuturkata yang baik pada semua orang, menundukan pandangan, dan mulai menghargai sesama teman. Teman-teman bergaul di Sekolah juga di Sekitar rumahpun seakan tersihir tiba-tiba ketika berinteraksi dengannya. Mereka yang dulunya pernah berebut untuk mendapatkan suatu benda hingga bersentuhan antara lelaki dan perempuan bukan muhrimpun tak terhindarkan, berganti mereka yang lebih mendahulukan Fitrah untuk memperolehnya. Sama halnya ketika ingin masuk dalam sebuah ruangan misalnya, terkadang mereka main serobot saja atau bahkan berdesakkan di pintu berganti mereka yang mengalah dan mempersilahkan Ia masuk terlebih dahulu. Subhanallah. Ketika kita mencoba mincintai Allah maka cinta Allah pada kita akan nampak semakin jelas. Ia tampak lebih anggun dengan pakaiannya yang menutupi auratnya. Tampak lebih bersahaja dengan tuturkata baiknya. Hingga tak ada yang menyangka pada suatu hari.
“Fitrah, ini semua kakak kumpulkan dari kakak-kakak senior kita yang sudah lulus tahun kemarin, mereka ikhlas memberikannya padamu, kakak sudah ceritakan semua tentangmu, tak ada satupun yang tidak teharu bahkan sampai menangis mendengarkan cerita kakak. Kakak harap kamu bisa menerimanya dengan ikhlas pula, karena kami semua sayang padamu, Fitrah” Ucap Sari panjang lebar, saat Ia bertamu ke Rumah Fitrah.

Dimana ada kemauan di situ ada jalan, asal kita bersungguh-sungguh meraih hidayahnNya, meski tertatih dan kadang harus berhenti untuk mengumpulkan sisa tenaga dalam mengarungi jalan kehidupan yang begitu keras. Pecinta sejati akan tetap berusaha meraih CintaNya walau bagaimanapun keadaannya, sehingga dalam belukar, ditengah setapak yang sempit dan di arung gelombang akan menemukan Cinta dan HidayahNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar